Cerita Perceraian, Mengapa Selalu Anak Menjadi Korban Saat Orang Tua Berpisah?
Cerita Sedih Perceraian Suami-Istri Ternyesek
Cerpen Arcarta- Akibat Perceraian, Anak Jadi Korban - "Jadi, dugaanku selama ini benar. Kamu selingkuh dengan wanita jalang itu!" Vania menatap suaminya nanar. Mata berkilatnya laksana pedang yang menghunus tajam. Tangannya mengepal di sertai rahang yang mengeras, tanda ia sedang murka. "Katakan Ga, apa salahku?" tanyanya kemudian di sertai linangan air mata yang merembes tanpa di komando.
"Salahmu itu tidak bisa memuaskan aku!" teriak Yoga tak kalah garang.
"Kita cerai!" timpalnya kemudian.
"Apa katamu? Cerai? Kamu mau menceraikanku demi wanita itu?" Vania berkata dengan air mata berlinang dan tubuh bergetar.
"Kalo iya, kenapa?" jawabnya sengit.
Mendengar jawaban Yoga, Tubuh wanita itu meluruh ke lantai, seakan tidak percaya dengan pernyataan suaminya.
"Dan kamu harus angkat kaki dari rumah ini, sekarang juga."
"Kamu tega ngusir aku, Mas!"
Yoga menyeret tubuh Vania ke luar. Lalu, menghempaskannya dengan kasar.
"Bunda, Kenapa?" Gadis mungil yang baru datang sekolah menghampiri Vania.
Vania memeluk putri kecilnya, ia hanya bisa terisak meratapi nasib malangnya.
****
Vania memutuskan untuk pergi ke rumah bibinya yang berada di kota Bandung. Hanya Rahmi lah saudara Vania Satu-satunya, rencananya ia akan menumpang di rumah Rahmi sebelum ia mendapatkan pekerjaan.
"Jadi, kamu di usir oleh suamimu?" tanya Rahmi setelah aku menceritakan semua yang kualami.
"Iya, Bi."
"Dasar lelaki tak baju****!" umpat Rahmi geram.
"Mungkin, sudah, nasibku begini. Bi," ucap Vania dengan raut sedih.
"Kamu yang sabar yah." Rahmi mengelus punggung Vania dengan lembut mencoba menguatkan.
"Untuk sementara waktu, bolehkan aku dan Salsa tinggal disini?"
"Bibi tenang saja, setelah aku dapat kerjaan aku akan langsung pindah, Kok."
"Iya, gak papa, Nia. Tapi, maaf kontrakannya kecil."
"Gak papa kok, Bi. Makasih banyak sudah ngijinin kami tinggal disini."
.
Vania selalu bangun lebih awal, mengerjakan pekerjaan rumah, membantu menyiapkan makanan yang akan di jual oleh Rahmi, ia sadar diri hidupnya hanya menumpang. Jadi, tidak sepantasnya Vania bermalas-malasan. Bahkan wanita itu selalu mengajarkan Salsa untuk belajar mandiri, ketika Vania mengerjakan pekerjaan rumah Salsa akan ikut andil membantunya. Agar ketika Salsa besar tidak menjadi gadis manja.
Pagi-pagi sekali Rahmi dan Karno akan pergi untuk berjualan, ia mempunyai warung nasi di ujung jalan dekat rumahnya. Sedangkan Vania mencoba mencari lowongan pekerjaan, ia mencoba mrnanyai kepada teman-temannya, siapa tahu ada lowongan. Pekerjaan apapun akan Rahmi kerjakan asalkan halal.
Setelah menanyai teman-temannya ada satu teman yang menawarinya, pekerjaannya menjadi ART. Sebenarnya itu tidak jadi masalah. Namun, sayang Rahmi tidak bisa membawa Salsa ikut serta.
Kebingungan melandanya antara mengambil tawaran pekerjaan itu atau menolaknya. Tetapi, kalau ia menerimanya konsekuensinya ia akan berpisah dengan Salsa putri semata wayangnya.
"Bunda, bakalan jemput aku lagi kan?" Gadis kecil itu terlihat sedih melihat Vania yang akan pergi.
"Bunda janji, akan secepatnya jemput kamu, Sayang." Vania memeluk Salsa.
"Bi, titip Salsa ya," ucap Vania setelah melepaskan pelukannya dari Salsa.
"Iya. Nia, tenang saja ada kami yang akan jagain Salsa." Rahmi meyakinkan.
"Iya, kami akan menjaga Salsa," timpal Karno.
"Terima kasih, atas kebaikan kalian. Ya sudah. Nia, pamit dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Setelah kepergian Vania, Gadis berumur 6 tahun itu terlihat murung, ia seakan kehilangan semangat.
"Salsa, makan dulu, yuk!"
"Aku gak lapar, Bi."
"Kamu dari kemarin belum makan, Sayang. Nanti kamu sakit."
Gadis kecil itu hanya terdiam.
"Kalau nanti Salsa sakit, nanti Bunda sedih loh."
"Salsa, mau Bunda sedih di sana?"
Salsa menggeleng lemah.
"Ya sudah, sekarang Salsa makan yah, biar Salsa gak sakit dan cepet ketemu Bunda."
Setelah bujukan dari Rahmi akhirnya Salsa mau makan.
"Anak, pintar!
Di lain tempat selalu ada yang memperhatikan Salsa, ia seperti singa yang ingin menerkam.
Salsa semakin hari semakin terlihat bahagia walaupun ia selalu merindukan Bundanya, tetapi rasa rindunya selalu terobati karena setiap Vania punya waktu senggang ia selalu menghubungi Salsa.
Salsa juga sering membantu Rahmi, ketika Rahmi dan Karno pergi berjualan, maka Salsa akan membereskan rumah sebisanya, untung saja Vania selalu mengajarkannya untuk selalu mandiri, jadi tidak susah untuk Salsa adaptasi dengan lingkungan dan mengerjakan pekerjaan rumah walau umurnya masih 7 tahun.
Salsa asyik bernyanyi sambil mencuci piring, gadis kecil itu begitu riang.
Tok ... Tok.
"Salsa!"
Salsa menghentikan aktivitasnya, ia menghampiri sumber suara. Lalu, membukakan pintu.
"Kok, mamang udah pulang?" tanya Salsa dengan wajah heran. Karena biasanya lelaki tambun itu selalu pulang sore berbarengan dengan Rahmi.
"Mamang gak enak badan, Sa," jawab Karno.
"Ya udah, Mamang istirahat." Salsa menutup pintu, Lalu, melangkahkan kaki menuju dapur.
Baru beberapa Salsa melangkah, Karno menghentikannya.
"Tunggu, Sa!"
"Ada apa, Mang?"
"Tolong, kerokin Mamang, badan Mamang gak enak banget."
"Tapi, Mang. Salsa belum beres cuci piring." Salsa merasa gak enak.
"Sebentar aja, Sa," bujuknya.
Sebelum Salsa mengiyakannya, sebenernya gadis itu merasa ragu. Entah perasaannya tiba-tiba gak enak.
"Ayo, di kamar aja."
"Disini aja, Mang."
"Udah, ikut." Karno menarik tangan Salsa, membawanya ke kamar. Gadis lugu itu hanya menurut.
Karno segera melepaskan bajunya. Lalu, menyuruh Salsa berbaring.
"Bukannya, mamang mau aku kerokin, Kok, aku malah di suruh berbaring?" Salsa merasa heran.
Bukannya Karno menjawab, Lelaki buncit itu malah mendorong Salsa hingga terlentang di kasur. Lalu, lelaki itu segera menindih badan kecil Salsa. Gadis kecil itu meronta, mencoba berteriak. Namun, dengan sigap Karno membekam mulutnya.
Setelah hasratnya tersalurkan, Karno memberikan uang kepada Salsa.
"Ini untuk jajan. Tapi, kamu jangan pernah bilang pada Bibimu, ngerti?" Karno, menekankan kata-kata terakhirnya.
Salsa hanya diam, buliran bening membasahi pipinya, merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Terutama pada bagian sensitifnya.
"Kalau kamu bilang. Bibimu pasti akan mengusirmu," timpal Karno menakuti.
"Ya sudah, kamu lanjutin cuci piringnya."
Salsa hanya menurut, gadis kecil itu melanjutkan mencuci piring sambil terisak, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Hampir setiap hari Karno pulang siang hari, ia selalu melakukan hal beja** itu kepada Salsa.
Salsa hanya bisa menangis tak berani mengadu kepada siapapun.
***
Malam mulai mencekam, udara dingin menusuk sampai ke tulang, gadis kecil itu meringkuk, seluruh tubuhnya menggigil. Suhu badannya meninggi, bahkan bagian bawahnya keluar darah.
"Bunda."
"Bunda."
Salsa terus bergumam, memanggil bundanya, matanya masih terpejam, tetapi mulutnya terus meracau, membuat Rahmi terbangun.
Rahmi turun dari ranjang, berjalan menuju kamar sebelah yang ditempati Salsa. Karena gak biasanya gadis itu meracau ketika tidur.
Rahmi meletakan tangannya di kening Salsa, wanita itu kaget karena badan Salsa panas banget. Ia segera mengambil baskom kecil dan air. Lalu, mengompresnya.
"Bunda," gumam Salsa.
"Kamu, kangen Bunda, Nak." Rahmi berbicara pelan. "Kasian, kamu."
Sampai pagi badan Salsa tidak turun, gadis kecil itu menolak untuk dibawa ke dokter,
Karena takut terjadi apa-apa pada Salsa, Rahmi langsung menghubungi Vania.
Keesokan harinya Vania datang, menjenguk putri kecilnya, ia sangat kwatir kepada anak semata wayangnya.
"Salsa, ini Bunda, Nak." Vania mencium kening Salsa.
"Bunda." Salsa langsung memeluk Vania.
Setelah itu Salsa tidak sadarkan diri, Vania langsung panik. Ia segera menggendong putri kecilnya, untuk dibawa ke rumah sakit.
Vania menyingkap selimut yang menutupi badan Salsa, betapa terkejutnya ketika ia melihat darah.
Tanpa bertanya, Vania langsung membawa Salsa ke rumah sakit.
Vania mondar-mandir, kebingungan melandanya, pertanyaan demi pertanyaan muncul di otaknya.
Beberapa saat Dokter muncul dari balik pintu.
"Putri saya kenapa, Dok?"
"Daerah kewanitaan putri anda mengalami pendarahan," jawab Dokter.
"Bisa jadi, akibat pemerkosaan," timpalnya lagi.
Bagai disambar petir di siang bolong, Vania luruh ke lantai, ia tidak mampu menopang tubuhnya.
***
Setelah Vania sadar, ia langsung melapor ke polisi, wanita itu ingin pelakunya di tahan seberat-beratnya.
Penyelidikan berlangsung, tersangka pertama adalah Karno. Sebisa mungkin Karno mengelak atas tuduhannya terhadap Salsa. Lelaki itu pandai bersilat lidah, tetapi ketika hasil lab dari rumah sakit keluar, ia tidak bisa menyangkal lagi.
Karno ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.
Rahmi meminta maaf kepada Vania atas keteledorannya menjaga Salsa.
Vania sangat terpukul atas kejadian yang menimpa putri semata wayangnya. Ia menyesal telah menitipkan Salsa kepada Rahmi dan Karno.
Penyesalan hanya tinggal penyesalan.
The End
Cerpen Arcarta- Akibat Perceraian, Anak Jadi Korban - "Jadi, dugaanku selama ini benar. Kamu selingkuh dengan wanita jalang itu!" Vania menatap suaminya nanar. Mata berkilatnya laksana pedang yang menghunus tajam. Tangannya mengepal di sertai rahang yang mengeras, tanda ia sedang murka. "Katakan Ga, apa salahku?" tanyanya kemudian di sertai linangan air mata yang merembes tanpa di komando.
"Salahmu itu tidak bisa memuaskan aku!" teriak Yoga tak kalah garang.
"Kita cerai!" timpalnya kemudian.
"Apa katamu? Cerai? Kamu mau menceraikanku demi wanita itu?" Vania berkata dengan air mata berlinang dan tubuh bergetar.
"Kalo iya, kenapa?" jawabnya sengit.
Mendengar jawaban Yoga, Tubuh wanita itu meluruh ke lantai, seakan tidak percaya dengan pernyataan suaminya.
"Dan kamu harus angkat kaki dari rumah ini, sekarang juga."
"Kamu tega ngusir aku, Mas!"
Yoga menyeret tubuh Vania ke luar. Lalu, menghempaskannya dengan kasar.
"Bunda, Kenapa?" Gadis mungil yang baru datang sekolah menghampiri Vania.
Vania memeluk putri kecilnya, ia hanya bisa terisak meratapi nasib malangnya.
****
Vania memutuskan untuk pergi ke rumah bibinya yang berada di kota Bandung. Hanya Rahmi lah saudara Vania Satu-satunya, rencananya ia akan menumpang di rumah Rahmi sebelum ia mendapatkan pekerjaan.
"Jadi, kamu di usir oleh suamimu?" tanya Rahmi setelah aku menceritakan semua yang kualami.
"Iya, Bi."
"Dasar lelaki tak baju****!" umpat Rahmi geram.
"Mungkin, sudah, nasibku begini. Bi," ucap Vania dengan raut sedih.
"Kamu yang sabar yah." Rahmi mengelus punggung Vania dengan lembut mencoba menguatkan.
"Untuk sementara waktu, bolehkan aku dan Salsa tinggal disini?"
"Bibi tenang saja, setelah aku dapat kerjaan aku akan langsung pindah, Kok."
"Iya, gak papa, Nia. Tapi, maaf kontrakannya kecil."
"Gak papa kok, Bi. Makasih banyak sudah ngijinin kami tinggal disini."
.
Vania selalu bangun lebih awal, mengerjakan pekerjaan rumah, membantu menyiapkan makanan yang akan di jual oleh Rahmi, ia sadar diri hidupnya hanya menumpang. Jadi, tidak sepantasnya Vania bermalas-malasan. Bahkan wanita itu selalu mengajarkan Salsa untuk belajar mandiri, ketika Vania mengerjakan pekerjaan rumah Salsa akan ikut andil membantunya. Agar ketika Salsa besar tidak menjadi gadis manja.
Pagi-pagi sekali Rahmi dan Karno akan pergi untuk berjualan, ia mempunyai warung nasi di ujung jalan dekat rumahnya. Sedangkan Vania mencoba mencari lowongan pekerjaan, ia mencoba mrnanyai kepada teman-temannya, siapa tahu ada lowongan. Pekerjaan apapun akan Rahmi kerjakan asalkan halal.
Setelah menanyai teman-temannya ada satu teman yang menawarinya, pekerjaannya menjadi ART. Sebenarnya itu tidak jadi masalah. Namun, sayang Rahmi tidak bisa membawa Salsa ikut serta.
Kebingungan melandanya antara mengambil tawaran pekerjaan itu atau menolaknya. Tetapi, kalau ia menerimanya konsekuensinya ia akan berpisah dengan Salsa putri semata wayangnya.
"Bunda, bakalan jemput aku lagi kan?" Gadis kecil itu terlihat sedih melihat Vania yang akan pergi.
"Bunda janji, akan secepatnya jemput kamu, Sayang." Vania memeluk Salsa.
"Bi, titip Salsa ya," ucap Vania setelah melepaskan pelukannya dari Salsa.
"Iya. Nia, tenang saja ada kami yang akan jagain Salsa." Rahmi meyakinkan.
"Iya, kami akan menjaga Salsa," timpal Karno.
"Terima kasih, atas kebaikan kalian. Ya sudah. Nia, pamit dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Setelah kepergian Vania, Gadis berumur 6 tahun itu terlihat murung, ia seakan kehilangan semangat.
"Salsa, makan dulu, yuk!"
"Aku gak lapar, Bi."
"Kamu dari kemarin belum makan, Sayang. Nanti kamu sakit."
Gadis kecil itu hanya terdiam.
"Kalau nanti Salsa sakit, nanti Bunda sedih loh."
"Salsa, mau Bunda sedih di sana?"
Salsa menggeleng lemah.
"Ya sudah, sekarang Salsa makan yah, biar Salsa gak sakit dan cepet ketemu Bunda."
Setelah bujukan dari Rahmi akhirnya Salsa mau makan.
"Anak, pintar!
Di lain tempat selalu ada yang memperhatikan Salsa, ia seperti singa yang ingin menerkam.
Salsa semakin hari semakin terlihat bahagia walaupun ia selalu merindukan Bundanya, tetapi rasa rindunya selalu terobati karena setiap Vania punya waktu senggang ia selalu menghubungi Salsa.
Salsa juga sering membantu Rahmi, ketika Rahmi dan Karno pergi berjualan, maka Salsa akan membereskan rumah sebisanya, untung saja Vania selalu mengajarkannya untuk selalu mandiri, jadi tidak susah untuk Salsa adaptasi dengan lingkungan dan mengerjakan pekerjaan rumah walau umurnya masih 7 tahun.
Salsa asyik bernyanyi sambil mencuci piring, gadis kecil itu begitu riang.
Tok ... Tok.
"Salsa!"
Salsa menghentikan aktivitasnya, ia menghampiri sumber suara. Lalu, membukakan pintu.
"Kok, mamang udah pulang?" tanya Salsa dengan wajah heran. Karena biasanya lelaki tambun itu selalu pulang sore berbarengan dengan Rahmi.
"Mamang gak enak badan, Sa," jawab Karno.
"Ya udah, Mamang istirahat." Salsa menutup pintu, Lalu, melangkahkan kaki menuju dapur.
Baru beberapa Salsa melangkah, Karno menghentikannya.
"Tunggu, Sa!"
"Ada apa, Mang?"
"Tolong, kerokin Mamang, badan Mamang gak enak banget."
"Tapi, Mang. Salsa belum beres cuci piring." Salsa merasa gak enak.
"Sebentar aja, Sa," bujuknya.
Sebelum Salsa mengiyakannya, sebenernya gadis itu merasa ragu. Entah perasaannya tiba-tiba gak enak.
"Ayo, di kamar aja."
"Disini aja, Mang."
"Udah, ikut." Karno menarik tangan Salsa, membawanya ke kamar. Gadis lugu itu hanya menurut.
Karno segera melepaskan bajunya. Lalu, menyuruh Salsa berbaring.
"Bukannya, mamang mau aku kerokin, Kok, aku malah di suruh berbaring?" Salsa merasa heran.
Bukannya Karno menjawab, Lelaki buncit itu malah mendorong Salsa hingga terlentang di kasur. Lalu, lelaki itu segera menindih badan kecil Salsa. Gadis kecil itu meronta, mencoba berteriak. Namun, dengan sigap Karno membekam mulutnya.
Setelah hasratnya tersalurkan, Karno memberikan uang kepada Salsa.
"Ini untuk jajan. Tapi, kamu jangan pernah bilang pada Bibimu, ngerti?" Karno, menekankan kata-kata terakhirnya.
Salsa hanya diam, buliran bening membasahi pipinya, merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Terutama pada bagian sensitifnya.
"Kalau kamu bilang. Bibimu pasti akan mengusirmu," timpal Karno menakuti.
"Ya sudah, kamu lanjutin cuci piringnya."
Salsa hanya menurut, gadis kecil itu melanjutkan mencuci piring sambil terisak, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Hampir setiap hari Karno pulang siang hari, ia selalu melakukan hal beja** itu kepada Salsa.
Salsa hanya bisa menangis tak berani mengadu kepada siapapun.
***
Malam mulai mencekam, udara dingin menusuk sampai ke tulang, gadis kecil itu meringkuk, seluruh tubuhnya menggigil. Suhu badannya meninggi, bahkan bagian bawahnya keluar darah.
"Bunda."
"Bunda."
Salsa terus bergumam, memanggil bundanya, matanya masih terpejam, tetapi mulutnya terus meracau, membuat Rahmi terbangun.
Rahmi turun dari ranjang, berjalan menuju kamar sebelah yang ditempati Salsa. Karena gak biasanya gadis itu meracau ketika tidur.
Rahmi meletakan tangannya di kening Salsa, wanita itu kaget karena badan Salsa panas banget. Ia segera mengambil baskom kecil dan air. Lalu, mengompresnya.
"Bunda," gumam Salsa.
"Kamu, kangen Bunda, Nak." Rahmi berbicara pelan. "Kasian, kamu."
Sampai pagi badan Salsa tidak turun, gadis kecil itu menolak untuk dibawa ke dokter,
Karena takut terjadi apa-apa pada Salsa, Rahmi langsung menghubungi Vania.
Keesokan harinya Vania datang, menjenguk putri kecilnya, ia sangat kwatir kepada anak semata wayangnya.
"Salsa, ini Bunda, Nak." Vania mencium kening Salsa.
"Bunda." Salsa langsung memeluk Vania.
Setelah itu Salsa tidak sadarkan diri, Vania langsung panik. Ia segera menggendong putri kecilnya, untuk dibawa ke rumah sakit.
Vania menyingkap selimut yang menutupi badan Salsa, betapa terkejutnya ketika ia melihat darah.
Tanpa bertanya, Vania langsung membawa Salsa ke rumah sakit.
Vania mondar-mandir, kebingungan melandanya, pertanyaan demi pertanyaan muncul di otaknya.
Beberapa saat Dokter muncul dari balik pintu.
"Putri saya kenapa, Dok?"
"Daerah kewanitaan putri anda mengalami pendarahan," jawab Dokter.
"Bisa jadi, akibat pemerkosaan," timpalnya lagi.
Bagai disambar petir di siang bolong, Vania luruh ke lantai, ia tidak mampu menopang tubuhnya.
***
Setelah Vania sadar, ia langsung melapor ke polisi, wanita itu ingin pelakunya di tahan seberat-beratnya.
Penyelidikan berlangsung, tersangka pertama adalah Karno. Sebisa mungkin Karno mengelak atas tuduhannya terhadap Salsa. Lelaki itu pandai bersilat lidah, tetapi ketika hasil lab dari rumah sakit keluar, ia tidak bisa menyangkal lagi.
Karno ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.
Rahmi meminta maaf kepada Vania atas keteledorannya menjaga Salsa.
Vania sangat terpukul atas kejadian yang menimpa putri semata wayangnya. Ia menyesal telah menitipkan Salsa kepada Rahmi dan Karno.
Penyesalan hanya tinggal penyesalan.
The End
Nyesek bener yah. Semangat buat anak2 korban broken home...
ReplyDelete