Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Pilu, Gara-gara Aku Pergi Kerja ke Arab Suamiku Menikah Lagi

Cerita Cinta Sedih dan Memilukan Hati




Aku susah payah bekerja ke Arab Saudi untuk merubah nasib keluarga, justru suamiku menikah lagi dengan wanita lain. Sakit, perihnya tiada terkira. Hari itu... 


Sekian Lama Pergi, Aku Pulang


Rasanya begitu asing ketika menginjakkan kaki lagi di kampung halaman yang sangat aku rindukan.

Empat tahun sudah aku meninggalkan tempat aku di lahirkan, suasana pedesaan yang dulu hanya ada rumah-rumah sederhana yang terbuat dari kayu, sekarang sebagian berubah menjadi bangunan kokoh yang terbuat dari bata.

Perlahan aku berjalan menuju rumah yang selalu aku rindukan, Kang Hadi dan Syifa suami dan anakku yang setiap hari aku rindukan.

Dulu jalanan menuju rumahku sangat hancur, kalau hujan turun kendaraan tidak bisa lewat, sekarang berubah drastis. Sudah beraspal.

Dari kejauhan sudah terlihat rumah sederhana milik mertuaku bangunannya tetap sama, tidak ada yang berubah. Namun, beda lagi dengan rumah yang ada di sampingnya sekarang sudah berubah menjadi bangunan megah. Apa itu rumahku? Aku cepat-cepat menuju rumah itu, Rasanya sudah tidak sabar.

"Assalamu'alaikum." Sesampainya di depan rumah bercat hijau, aku mengucapkan salam di iringi ketukan.

"Wa'alaikum salam." Terdengar suara wanita menjawab salamku, beberapa detik kemudian pintu berwarna coklat itu terbuka lebar menampilkan sesosok wanita cantik yang sangat anggun.

Apa ini bukan rumah Kang Hadi lagi, aku sangat yakin dulu gubuk yang dibangun Kang Hadi sebelum aku pergi ke luar negri untuk mengadu nasib letaknya di sini. Atau mungkin mereka sudah pindah.

"Cari siapa ya, Mba?"

Belum sempat aku menjawab, terdengar suara anak kecil. Aku menengok ke sumber suara.

"Bunda!" panggilnya ia berlari menghampiri wanita itu.

Aku mematung melihat sesosok lelaki yang baru saja berjalan melewatiku, menghampiri perempuan berhijab tosca yang ada di hadapanku.

"Ini siap ...." Kata-katanya menggantung saat ia melihatku.

"Ngapain kamu ke sini?" Suaranya lantang terdengar menusuk ke indra pendengaran.

"Aku kan masih istrimu, Kang."

"Istri? Apa kau lupa, dengan ucapanku sebelum kau pergi?" Kang Hadi berucap sinis.

Aku mengingat kejadian 5 tahun silam saat Kang Hadi sangat kukuh dengan pendiriannya tidak mengijinkanku untuk pergi ke Arab Saudi.

Waktu itu ekonomi kami sangat sulit, makannya aku bertekad untuk mengadu nasib ke negeri orang. Saat aku sudah mempersiapkan semuanya ternyata Kang Hadi masih kukuh dengan pendiriannya.

"Apa kau tidak sayang sama Syifa? Anak ini masih butuh kamu."

"Aku bosan hidup miskin, Kang."

"Aku pergi juga demi Syifa, aku mau dia hidup layak tidak seperti aku yang sedari kecil sampai menikah masih tetap tinggal di gubuk reyot." timpalku lagi.

"Aku mohon, jangan pergi. Dahlia, aku janji akan bekerja lebih keras lagi."

"Dari dulu juga Akang ngomongnya begitu. Tapi, mana? Hidup kita tetep saja melarat." Aku menghela napas kasar, "tekadku sudah bulat, Kang. Jadi, jangan halangi aku." Aku menarik koper yang sudah aku packing dari semalam.

"Ya sudah kalo itu maumu. Tapi, ingat aku tidak meridoimu. Kalau kau tetap pergi berarti kau mengakhiri pernikahan kita."

Aku tidak menghiraukan ucapannya, tetap kukuh dengan pendirianku. Aku bosan hidup miskin, aku ingin hidup berkecukupan. Aku segera pergi meninggalkan Kang Hadi dan Syifa putri semata wayangku.

Terusir Tanpa Perasaan 


Kang Hadi mengusirku tanpa perasaan, ternyata gadis kecil yang memakai seragam itu anakku---Syifa, gadis kecil yang dulu masih bayi ternyata sekarang sudah sebesar itu.

"Tolong, maafkan aku Kang." Aku bersimpuh di kakinya.

"Kamu, jangan pernah menginjakkan kaki, di rumahku lagi!"

Aku hanya menunduk mendengar perkataannya, air mata berlinang meratapi penyesalan.

"Sebelum aku pergi, ijinkan aku memeluk Syifa sebentar saja," ucapku sedikit memohon kepada Kang Hadi.

"Jangan pernah kamu menyentuh Syifa!" Kang Hadi berbicara dengan lantang.

"Mas, gak boleh gitu, walau bagaimanapun dia Ibunya." Perempuan di sampingnya mengelus pundak Kang Hadi.

Kang Hadi terlihat sedikit melunak dan mengijinkanku untuk memeluk Syifa.

"Ini, Mama sayang." Aku mensejajarkan tubuh dengan Syifa dan merentangkan tangan.

"Enggak, tante bukan Mamaku, Mamaku cuma satu, yaitu Bunda Nesa." Syifa berlari masuk ke dalam rumah.

Hatiku serasa teriris mendengar ucapan dari mulut mungil itu.

Mungkin aku memang pantas mendapatkan semua ganjaran ini. Karena dulu aku tidak pernah mendengarkan perkataan Kang Hadi.

Sungguh aku menyesal telah menelantarkan suami dan anakku. Sebenarnya sejak aku pergi dari rumah aku tidak pernah merasakan kebahagiaan bahkan saat aku bekerja diluar negeri saja majikanku sering menyiksaku.

Kerja di negeri orang tidak seenak yang aku bayangkan, kukira aku akan cepat mendapatkan uang karena iming-iming gaji yang besar tetapi, ternyata semua itu hanya omong kosong belaka.

Majikanku kejam dan pelit bahkan ia sering melecehkanku.

Saat majikan perempuan tidak ada di rumah, majikan lelaki selalu memaksaku melayani napsu bej**nya. Hingga aku mengandung benihnya.

Aku tidak berani melapor karena lelaki itu selalu mengancam akan membunuhku. Dan aku yakin majikan perempuan tidak akan mempercayaiku karena aku hanya seorang pembantu.

Mungkin Tuhan masih baik padaku, aku masih bisa pulang ke Indonesia karena perjanjian kontraknya hanya 5 tahun saja.

Kukira Kang Hadi akan memaafkanku dan menerimaku kembali tetapi, aku salah. Dia bahkan sudah mempunyai istri baru. Aku sadar ini memang salahku.

Aku memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuaku, semoga saja mereka masih mau menerimaku.

Berkali-kali aku mengetuk pintu. Namun, nihil tidak ada jawaban sama sekali.

Aku duduk di kursi yang tersedia di dekat pintu, menunggu berjam-jam tetapi, Ibu dan Ayah tak kunjung datang.

"Bu, penghuni rumah ini ke mana ya?" Aku bertanya kepada Ibu-ibu yang lewat.

"Mereka sudah pindah."

"Pindah ke mana, Bu?"

"Saya juga kurang tahu, Neng."

"Oh, ya sudah Terima kasih, Bu."

Hancur Berantakan dan Nasib Sial


"Tolong! Jambret!" Aku berteriak meminta tolong sambil berlari mengejar penjambret.

Sialnya jalanan sepi hanya ada satu atau dua kendaraan yang lewat. Penjambret itu lolos begitu saja, tanpa bisa aku kejar. Padahal semua barang berhargaku ada didalam tas itu.

Aku melangkah tanpa arah, tidak ada tujuan kemana aku akan pergi.

Dengan perut yang semakin membesar aku luntang lantung di jalanan. Sebenarnya sepulang dari luar negri aku sudah mengandung benih majikanku.

Sungguh malang nasibku, sekarang entah harus kemana aku pergi.

Berhari-hari aku tidak menemukan sesuap nasi pun, perutku terasa lapar.

Aku mencoba mengunjungi rumah makan yang berjejer di pinggir jalan untuk meminta pekerjaan tetapi, karena kondisiku yang sedang mengandung mereka enggan memperkerjakanku. Tidak ada satupun yang mau menerimaku bekerja.

Untuk mengganjal lapar aku mencari makanan sisa di tong sampah. Bukan aku tidak jijik tetapi, karena lapar apapun akan aku lakukan.

Rintik-rintik mulai turun membasahi alam semesta, aku berlari mencari tempat berteduh. Seluruh badanku basah karena hujannya begitu deras.

Akhirnya aku berteduh di teras masjid, suasana sangat sepi karena ini sudah larut malam.

"Bangun, Mba." Samar-samar aku mendengar suara.

Perlahan aku membuka mata, terlihat perempuan memakai mukena putih di dekatku.

"Kenapa, Mba. Tidur di sini?" tanyanya.

Aku hanya terdiam, tidak berbicara sepatah katapun.

"Baju, Mba. Basah, yuk ikut aku ke rumah saja."

Aku hanya menurut, kepalaku terasa pusing, mungkin efek kehujanan, perempuan itu membantuku berdiri dan membawaku ke rumahnya.

Wanita itu sangat baik, ia meminjamkan pakaian dan ia pun memberiku makanan.

Aku menceritakan semua yang terjadi padaku. Lalu, ia menawarkan untuk tinggal bersamanya. Ternyata ia seorang janda. Ia hanya tinggal sendiri.

Aku merasa senang, ternyata di dunia ini masih ada orang baik.

Perempuan bernama Maryam itu mengajarkanku banyak hal. Bahkan ia mengajakku hijrah untuk lebih mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.


The End.


Post a Comment for "Kisah Pilu, Gara-gara Aku Pergi Kerja ke Arab Suamiku Menikah Lagi "