Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Cinta Terindah, Aku Dijodohkan Pilihan Orang Tua

Kisah Cinta Baper Tentang Perjodohan




Astagfirullah ... astaghfirullah

Aku terus merapalkan istigfar ketika tanganku di pegang oleh lelaki yang bukan mahram yang tidak lain ia adalah calon imamku.


Seluruh tubuh bergetar aku tidak bisa berkutik atau menepis tangannya yang menumpuk tanganku.

Berani-beraninya pria ini memegang tanganku bahkan di tengah kami ada ayah. Posisi kami duduk berjajar, ayah berada di tengah aku duduk di sebelah kanan dan pria itu duduk di sebelah kiri, aku senderkan tangan di belakang ayah. Namun, seketika aku kaget tiba-tiba tangan lelaki itu sudah bertumpu di atas tanganku.


Aku menatap tangan itu lalu beralih menatap matanya yang memancarkan binar, aku seketika terpesona dengan parasnya, seketika aku lupa segalanya kalau tidak datang Ibu entah apa yang akan terjadi.


"Yuk, makan dulu, semuanya sudah siap."


Lelaki itu seketika melepaskan tanganku. Raut wajahnya menampakkan ke kagetan yang luar biasa.

Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah atas pertolonganmu.

Ternyata benar godaan syetan itu sungguh nyata, seorang lelaki dan seorang wanita tidak bisa berkutik ketika syetan sudah merasuki keduanya maka tidak heran laki-laki dan perempuan yang bukan mahram ketika berdua-duaan selalu terjadi yang tidak di inginkan.

Sungguh godaan syetan itu nyata. Benar saja Allah menurunkan ayat ini dalam surah Al-Isra. " Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).

Aku merasakannya sendiri, ketika tangan itu bertumpuk, tubuhku seketika lemas dan bergetar hebat, jadi sekuat apapun melawan tidak akan ada artinya karena syetan sudah berada di antara kita.

"Kami pamit pulang dulu, Bu." Pamitnya dengan sopan lalu mencium punggung tangan Ibu dan Ayah bergantian.

Ibu menyenggol lenganku dan memberi isyarat dengan tatapan matanya supaya aku menyalami lelaki itu, aku segera menangkupkan kedua tangan di depan dada seraya tersenyum. Lalu lelaki itu menarik tangannya yang sudah terulur dan membalas menangkupkan tangan di depan dada.

Setelah kejadian itu hatiku resah gelisah tak menentu tidak ada ketenangan. Aku telah berdosa berpegangan tangan dengan yang bukan mahram sekalipun ia adalah calon imamku. Iya dia calon imamku.

Aku terpaksa menerima lelaki itu karena orang tua yang terus mendesak dan menjodoh-jodohkanku. Walau sebenernya aku belum memberi kepastian kepada kedua orang tuaku, aku mengajukan beberapa syarat terlebih dahulu. Karena aku tidak mau menyesal di kemudian hari, menurutku pernikahan itu bukan hal main-main yang bisa begitu saja dilakukan. Bahkan di umurku yang baru menginjak 18 tahun padahal aku juga masih menganyam ilmu di pondok pesantren.

Entah apa yang ada di pikiran mereka, kedua orang tuaku terlalu kwatir aku tidak mendapatkan jodoh karena teman seumuranku rata-ratanya sudah menikah, ya begitulah di kampungku sudah menjadi tradisi mungkin anak perempuan yang berumur 17 menginjak 18 pasti para orang tua gencar menjodoh-jodohkan anaknya.

Padahal sudah jelas jodoh di tangan Allah kenapa harus risau.

****

"Teh, aku udah berdosa!"

"Kenapa datang-datang ngomongin dosa." ucap Teh Riyani dengan wajah heran. Ia yang sedang melipat pakaian pun berhenti sejenak.

"Masuk rumah orang bukannya ngucapin salam dulu," omelnya.

Karena kepanikan aku sampai lupa ngucapin salam.

"Ya, maaf teh aku lupa, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam wr wb."

"Teteh tau gak ---"

"Enggak." Teh Riyani memotong ucapanku.

"Ih, teteh mah belum juga aku ngomong." Aku memonyongkan bibir.

Teh Riyani malah tertawa melihatku merajuk. Dasar! Aku sedang tidak mau bercanda, malah tambah kesalkan.

"Aku udah berdosa." Aku tertunduk tak terasa buliran air mata lolos begitu saja.

"Kenapa cerita atuh?" Teh Riyani mendekatiku seraya mengusap air bening yang membasahi pipi.

Aku langsung memeluknya menumpahkan segala kekalutan dan keresahanku di pelukannya. Ia hanya mengusap punggung dengan lembut memberi kekuatan kepadaku.

"Oh, iya gimana pertemuan nya lancar?" tanyanya setelah aku mulai tenang.

"Hmmm, itu dia."

Aku sebenarnya ragu-ragu untuk menceritakannya. Tapi, hatiku selalu tidak tenang dan selalu di hantui rasa bersalah walau memang dia yang salah menyentuh tanganku tanpa ijin.

"Ko bisa dia pegang tanganmu, emang kamu duduknya deketan?" tanya Teh Riyani setelah aku menceritakannya.

"Enggak teh, asalnya jauh tapi gak tau kenapa tiba-tiba ia udah deket aja!"

"Aku telah berzina teh." ucapku menunduk menyesali perbuatan itu.

Memang sebelum aku pergi ke pondok pesantren semasa aku sekolah mts aku sering berpacaran dan pegangan tangan itu sudah biasa di lakukan dengan pacarku. Namun, kali ini rasanya tuh beda, hatiku selalu di hantui ketakutan yang teramat dalam karena sudah melakukan dosa itu.

"Apa Allah akan mengampuni dosaku?"

"Pasti, asal kamu benar-benar bertobat minta ampun kepada Allah, percayalah ampunan Allah itu seluas lautan." ucapnya dengan lembut.

Setiap kata yang di ucapkannya selalu menenangkan membuat hatiku adem.

Beruntung sekali aku mendapatkan sepupu sekaligus sahabat terbaik seperti Teh Riyani.

Teh Riyani selalu bisa memberi solusi ketika aku mendapatkan masalah, dia adalah sahabatku yang terbaik, kalau gak ada dia entah apa yang akan terjadi.

Setelah aku menceritakan semua itu kepada Teh Riyani perasaanku lega dan rasanya plong.

Namun, aku masih bingung apakah aku akan melanjutkan ta'aruf ini atau berhenti?

Aku jadi ragu dengan kelakuannya yang tiba-tiba memegang tanganku tetapi, aku juga tidak mungkin menolak perjodohan ini.

Aku melakukan saran Teh Riyani tidak mengambil keputusan terburu-buru, mencoba meminta petunjuk kepada Allah lewat istikoroh.

Sebelum nantinya aku menyesalinya, jika memang ia jodoh terbaikku maka aku akan ikhlas menerima walau memang tidak ada cinta di antara kita.

Memang kita di pertemukan oleh perantara orang tua, tetapi aku yakin orang tua tidak akan menjerumuskan anaknya. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya bahagia.


Akupun bertaubat dengan sungguh-sungguh, menyesali perbuatan yang pernah kulakukan. Terus melafalkan istigfar, sampai aku ketiduran di atas sejadah.

Samar-samar adzan shubuh berkumandang, aku mengucek mata, kulihat jam yang bertengger di dinding menunjukan angka 4:30. Aku segera bangun, bergegas mengambil air wudhu. Lalu, melaksanakan shalat subuh.

"Gimana, Zi?" tanya Ayah

"Bolehkah, aku minta waktu seminggu lagi?" tanyaku ragu-ragu.

"Gimana Nak, Ridwan?" Ayah menatap calon menantunya.

Suara Ridwan tidak terdengar, mungkin karena jarak kami yang terlalu jauh, makannya suaranya tidak terdengar sama sekali, aku sengaja tidak berdekatan dengannya karena takut Ridwan melakukan hal seperti kemarin lagi.

"Terima kasih, Nak. Ridwan sudah bersedia menunggu."

Ridwan hanya mengangguk, sejauh yang aku kenal Ridwan itu orangnya pendiam dan cuek, tetapi entah aslinya. 

Aku beristihoroh selama seminggu berturut-turut, Qodarullah jawabannya selalu sama.

Mungkin Ridwan jodoh yang terbaik untukku, walau mungkin kami belum saling mencintai, tetapi aku percaya cinta akan datang seiring berjalannya waktu.

Setelah aku menerima lamarannya, tanpa menunggu lama keluarga Ridwan langsung menentukan tanggal dan pada akhirnya kami menikah.

The End

Post a Comment for "Kisah Cinta Terindah, Aku Dijodohkan Pilihan Orang Tua"